Kisah Pilu Nining Hidup di Rumah Satu Meter Persegi Bersama Tiga Anaknya
Sore mulai menyapa Pacar Keling, Tambaksari, Surabaya. Empat orang berbadan kurus tampak sibuk melakukan pekerjaannya masing-masing.
Sore itu, Nining Hartati (54), dua orang pria dan seorang gadis yang sedang berpuasa sibuk membuat berbagai gorengan untuk dijual keliling kampung, jelang berbuka puasa.
Nining adalah ibu dari dua pria dan gadis yang membantunya tersebut. Keempatnya sehari-hari tinggal di rumah berukuran 1 meter persegi di Oro-oro Gang 1 Nomor 2H, Pacar Keling, Tambaksari.
Bu Nining-sapaan Nining Hartati mengaku lahir di tempat tersebut. Nining memiliki empat orang anak. Namun anak keduanya sudah meninggal. Sementara sang suami, juga sudah meninggal 16 tahun lalu akibat sakit diabetes, saat dirinya sedang mengandung anak ketiga.
Sejak itu pula, Nining harus berjuang sendiri membesarkan keempat orang anaknya.
"Bapaknya meninggal ya seumuran ini (anak keempat). Wong itu tidak ada (meninggal) pas saya mbobot (hamil)," tutur Nining saat ditemui jatimnow.com di rumahnya, Senin (10/5/2021).
Sehari-hari, Nining dibantu ketiga anaknya menjemput rezeki dengan berjualan gorengan, mulai tahu isi, ote-ote, bakwan jagung, lumpia hingga martabak mie.
"Nggeh ngeten niki. Nek ndek mau sing dibeto nggeh tahu isi, ote-ote, dadar jagung. (Ya gini ini. Kalau tadi yang didagangkan ya tahu isi, ote-ote, dadar jagung)," ungkapnya.
Nining mengaku mendapat keuntungan hanya Rp 50 ribu dalam sehari. Namun pendapatannya tidak menentu.
Kini, Nining sudah tak sekuat dulu, karena sakit diabetes yang diidapnya sejak 3 tahun lalu. Tubuhnya kurus kering hingga nyaris susah untuk berjalan. Setiap bulan sekali, Nining harus kontrol di salah satu rumah sakit swasta di Surabaya.
Namun demi kelangsungan hidup anak-anaknya, dia terpaksa harus terus berjuang memutar otak di tengah keterbatasan ekonomi dan penyakit yang dideritanya.
Sehari-hari Nining bertugas untuk menyiapkan resep untuk bahan gorengan sembari duduk di kamar sempitnya itu, dibantu anak ketiganya tersebut. Sedangkan kedua putranya bertugas menggoreng dan berkeliling menjajakan dagangan.
"Nggeh keliling teng Tambaksari. Owalah nggeh jalan kaki, mboten gadah (tidak punya) kendaraan," ungkap Nining.
Saat aktivitas berjualan tuntas dan malam mulai datang, mereka harus berbagi tempat untuk tidur. Hanya badan dan kepala yang menyentuh lantai. Kaki mereka terpaksa harus tertekuk untuk disandarkan ke tembok.
"Nggeh jejer-jejer (berjajar) sini, seadanya. Kakinya di senderkan tembok," tambah Nining.
Nining mengaku masih tetap bersyukur karena memiliki rumah tersebut. Dia hanya berharap anak terakhirnya bisa kembali menikmati pendidikan yang layak. Melanjutkan sekolah hingga jenjang tertinggi dan bisa menikmati masa depan yang lebih baik.
"Harapan saya ya mas, anak saya ini bisa lanjut sekolah lagi. Ini sudah lulus SMP. Tak suruh lanjut lagi nggak mau, karena nggak tega lihat saya," ungkap dia.
Senin (10/5/2021) itu, Nining tak sanggup menahan haru, setelah mendapat santunan dari Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya melalui program Ramadhan Berbagi jatimnow.com.
(*)